top of page
Search

Leader is Woman !

womenforindonesia

Updated: May 29, 2020

Jika berbicara tentang kepemimpinan pasti dipikiran masyarakat umumnya identik dengan kaum adam atau pria padahal jika kita menelaah perempuan juga mempunyai jiwa kepemimpinan, yang tidak jauh berbeda keahliannya dalam memberi arahan, dalam berorasi maupun beretorika atau bahkan memberi gagasan.



Semua orang berhak dan dapat menjadi pemimpin (leader). Pada hakikatnya tiap-tiap wanita adalah seorang pemimpin dan melakukan kepemimpinannya dalam lingkungan masing-masing, baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan kerja, dan dalam masyarakat.


Sosok perempuan yang sensitif, intuitif, empati, suka merawat, mampu bekerjasama, dan mengakomodasi dapat menjadikan proses-proses organisasi menjadi efektif (Growe, 1999)". 

Sosok perempuan yang sensitif, intuitif, empati, suka merawat, mampu bekerjasama, dan mengakomodasi dapat menjadikan proses-proses organisasi menjadi efektif (Growe, 1999)". Gaya kepemimpinan perempuan yang cenderung partisipatif memberi prioritas tinggi pada pengembangan sumber daya insani, juga kepedulian pada detail membuat gaya kepemimpinan mereka sangat cocok di era inovasi saat ini.


Di Indonesia, pencantuman peranan perempuan dalam pembangunan bangsa mulai pada GBHN 1978 sampai sekarang, yang mengamanatkan bahwa perempuan mempunyai hak kewajiban serta kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Namun sampai saat ini partisipasi perempuan belum berjalan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, bahkan cenderung menempati posisi terbelakang (Tjokroaminoto, 1996 : 29). [1]. Dilain sisi juga dijelaskan di mana masa jabatan dan sikap membeda – bedakan jenis kelamin merupakan tantangan bagi perempuan yang hendak menduduki tampuk kekerasan, oleh karena itu dapat disikapi dengan hati yang sabar serta rasionalisasi yang lebih ilmiah, karena bagaimana pun juga peluang bagi perempuan akan lebih terbuka bila ia memiliki pengalaman menduduki jabatan yang harus melalui proses pemilihan, memiliki sikap peran gender non tradisional dan memiliki dana financial, waktu dan staf kampanye yang memadai (Cantor dan Bernay (1998 : 120)). Dengan terciptanya kesempatan perempuan memegang peranan sebagai kepemimpinan dapat membawa dampak yang positif yaitu permasalahan kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya perbedaan (diskriminasi) antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian perempuan dan laki-laki memiliki peluang atau akses yang sama dalam kepemimpinan. Hal itu ditandai dengan perempuan yang mampu memberikan suara, berpatisipasi dalam pembangunan negara yang lebih baik. Tentu hal ini merupakan kebijakan tersendiri yang memiliki manfaat persamaan serta adil dari pembangunan. Hal ini harus selalu dibuktikan bahwa wanita dapat semakin maju dalam kemimpinan.


Dalam kepemimpinan terutama dalam pembangunan sekarang ini, perempuan sangat dibutuhkan terutama dalam segi pemikiran dan kreasi untuk pengembangan dalam mewujudkan tujuan. [2]. Berdasar pada asumsi keahlian dalam memimpin suatu urusan itu, maka permepuan boleh menjadi pemimpin. Bukan saja dalam tingkatan yang lebih rendah, tetapi boleh menduduki jabatan public di posisi puncak. Bukan saja menjadi hakim seperti pendapat Abu Hanifah , tetapi bisa menjadi kepala negara sekalipun. Tegasnya, bahwa perempuan boleh menjadi kepala negara, asalkan dia professional atau cakap dalam memimpin negara. [3]. Kini orang sudah mulai melihat perlunya manusia bermulti fungsi: seorang perempuan berpeluang untuk menjadi ilmuwan yang sukses, isteri yang penyayang, sebagai ibu dan pendidik yang bijaksana, penulis yang berhasil serta pekerja sosial yang berbudi luhur. Teknologi dan profesionalisasi telah memungkinkan perempuan untuk mendapatkan keinginan dalam tugas rutin yang selama ini melilitnya. [4]

Perempuan yang memiliki keahlian atau kompetensi memimpin negara, boleh menjadi kepala negara dalam konteks masyarakat modern karena sistem pemerintahan modern tidak sama dengan sistem monarki yang berlaku di masa klasik dimana kepala negara harus mengendalikan semua urusan kenegaraan.[5]. Oleh karena itu stigma yang mengatakan perempuan tidak pantas menjadi pemimpin harus dimusnahkan dari negeri tercinta ini. 

 

[1]Rahim,A. (2016). Peran Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Gender. Journal Al-Maiyyah, (9)3, 268-295. Retrieved from http://ejournal.stainparepare.ac.id/


[2]Perempuan dan Kepemimpinan. (2019, Nov 14). Retrieved January 10, 2020, from https://www.kompasiana.com/amp/devirmayani/5dcd452bd541df57922e95c2/perempuan-dan -kepemimpinan


[3] Hamka, H. (2013). Kepemimpinan Perempuan Dalam Era Modern. Journal “Al-Qalam”, 19(1), 107-116. Retrieved from http://ejournal.stainparepare.ac.id/

[4]Ibid., hal 114


[5]Ibid., hal 115



@waaant.y @siregarmutiara

13 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page