Perjuangan Raden Ajeng Kartini dan beberapa srikandi pelopor emansipasi wanita di Indonesia memberikan angin segar bagi perempuan Indonesia untuk bergerak lebih luas lagi dalam berbagai hal dan memiliki peran yang setara dengan kaum pria. Misalnya dalam hal pendidikan. Tak sedikit wanita yang memiliki pendidikan tinggi dan sukses dalam karirnya, bahkan lebih baik dari laki-laki. [1]. Kita mengira wanita seperti ini akan menjadi incaran banyak laki-laki. Namun pada nyatanya seringkali ditemui, mereka memilih menikah di umur yang bisa dikatakan melebihi usia ideal menikah bagi wanita pada umumnya. Sehingga hal ini memperkuat anggapan masyarakat bahwa “Perempuan berpendidikan tinggi sulit mendapatkan jodoh”. Stereotip ini ternyata masih diyakini oleh beberapa kelompok masyarakat.

pic source : www.hipwee.com
Dari rahim seorang wanita yang cerdas maka akan lahir anak-anak yang cerdas karena wanita adalah ibu pendidikan manusia yang pertama-tama.
Stereotip lahir dari paradigma beberapa orang yang mempengaruhi sekelompok orang, stereotip tidak dapat dikatakan fakta karena sifatnya opini. Psikolog klinis Ayoe Sutomo yang juga presenter televisi mengungkapkan bahwa pandangan dan stereotip wanita karier dengan pendidikan tinggi selalu menjadi perawan tua, nantinya akan ditinggalkan dan bergeser sendiri sesuai dengan perkembangan zaman dan pola pikir manusia. Banyak para orang tua yang menyekolahkan anak perempuan mereka ke jenjang pendidikan tinggi dengan alasan agar sang anak memiliki kehidupan yang mapan sehingga mereka tidak bergantung dengan orang lain dan menjadi mandiri. Namun di sisi lain pula masih banyak orang tua yang memiliki prinsip yang berbeda tentang masa depan anak mereka, terutama untuk anak perempuan. Sebagian dari mereka lebih menginginkan anak perempuan mereka untuk mengenyam pendidikan yang “sekedarnya” saja. Ditambah dengan stereotip bahwa perempuan berpendidikan tinggi sulit mendapatkan jodoh sehingga hal ini menjadi suatu kehawatiran bagi mereka.
Pada kenyataannya seorang wanita sulit mendapatkan jodoh tentunya bukan disebabkan oleh terlalu tinggi nya pendidikannya tetapi disebabkan oleh berbagai faktor dan alasan yang tidak bisa kita generalisasikan untuk keseluruhan kasus. Tentunya setiap orang memiliki memiliki alasan juga prioritas yang berbeda, bisa jadi karena belum menemukan kecocokan, adanya trauma di masa lalu, dan bermacam kendala lainnya. Adanya paradigma salah lainnya yang dimiliki pria pada umumnya mengatakan seorang wanita karir dengan pendidikan tinggi dan karir yang bagus memiliki kepribadian arogan, suka mengatur, selalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak bisa menjadi ibu yang baik kedepannya. Kita bisa melihat sendiri bagaimana fakta dilapangan banyak wanita karir yang juga sukses mendidik dan membesarkan anaknya dengan baik. Jadi generalisasi tak berlaku dalam menilai seseorang. Karena setiap orang memiliki personaliti yang berbeda – beda. Bahkan sekalipun anak kembar, pasti memiliki kepribadian yang jauh berbeda satu sama lainnya.
Dibutuhkan beberapa faktor yang menjadi pendorong seseorang merasakan koneksi dengan orang yang dianggapnya cocok sebagai pendamping hidup, seperti persamaan visi-misi, adanya kemistri, persoalan karakter, kecocokan keluarga kedua belah pihak dan lain sebagainya yang pastinya setiap orang memiliki prioritas yang berbeda. Sekali pun pasangan memiliki jenjang pendidikan yang berbeda, itu bukanlah masalah. Juga sama dengan halnya dengan kaum pria, tentunya setiap orang punya preferensi masing – masing dan sekali lagi kita tidak bisa memukul ratakan semuanya. Jadi, sejatinya bukan persoalan berpendidikan tinggi atau tidaknya sehingga seorang wanita sulit mendapatkan jodoh, tetapi persoalannya bergantung pada personal dan beberapa faktor tertentu yang dialami oleh pribadi masing-masing tentunya kita patut menghargai setiap alasannya dan tak perlu mengambinghitamkan pendidikan tinggi sebagai alasan sulitnya seorang perempuan mendapatkan jodohnya. Perlu diingat kembali dari rahim seorang wanita yang cerdas maka akan melahirkan anak yang cerdas karena wanita adalah ibu pendidikan manusia yang pertama-tama. Maka tidaklah salah jika Raden Ajeng Kartini dan srikandi pelopor emansipasi lainnya terus berusaha memperjuangkannya.
Kita perlu memvalidasi setiap informasi yang kita terima agar kita menjadi penerima informasi yang cerdas termasuk perlu atau tidaknya mempercayai stereotip yang berkembang di masyarakat, dan kita tidak boleh langsung sepenuhnya percaya dan berpaku pada suatu asumsi yang sebenarnya hadir karena banyaknya orang yang menganggap bahwa hal tersebut benar padahal nyatanya belum tentu benar. Jodoh merupakan hal yang tak terprediksi dalam kehidupan manusia karena kita tidak pernah tau siapa dan kapan kita akan bertemu dengan sang belahan jiwa, hal yang perlu kita lakukan selagi kita menunggu adalah memantaskan diri untuk menjadi pasangan yang pantas. Ketika kepribadian seseorang bersahaja dan baik adanya, bahkan alam semesta pun akan jatuh cinta.
[1]http://infoberitaunikterbaru.blogspot.com/2018/07/wanita-cantik-dan-kaya-susah-dapat.html (diakses pada 17 April 2020, 1:24)
[2]https://wolipop.detik.com/work-and-money/d-3595443/ini-sebabnya-bisa-ada-stereotip-cewek-pintar-susah-dapat-jodoh (diakses pada 17 April 2020, 1:59)
@peasey9 @herekikiis @ihsaniafsah @adilafataya @jesicahtg
Commentaires