top of page
Search

Jangan ngaku milenial kalau belum BIJAK bermedia sosial!

womenforindonesia

Sebagai kaum milenial yang sangat akrab dengan media sosial, tentulah kita sangat bergantung dengan keberadaan bermacam aplikasi, situs website dan beragam sumber-sumber di internet lainnya demi untuk menjaga agar tidak tertinggal dalam berita-berita yang sedang happening. Namun, dijaman yang serba mudah untuk mengakses serta membagi kan apapun melalui internet sangat lah dibutuhkan kehati-hatian. Karena semua informasi yang kita dapatkan, lalu kita bagikan kembali ke orang lain belum tentu terbukti kebenarannya.


pic source : emir.com


Saring sebelum sharing, cerdaskan Millenial Ber-mediasosial !

Perlu kita ketahui bahwa media sosial itu memiliki kekuatan dan potensi untuk memengaruhi opini atau pandangan publik mengenai sesuatu. Jadi apa saja yang kita tuangkan dalam media sosial, baik opini, pendapat dan sebagainya, mampu memengaruhi pemikiran orang lain. Selain hal tersebut, di dalam buku Teori Komunikasi karangan Karen A. Foss, media sosial termasuk dalam media komunikasi tinggi (high technology) yang memiliki fungsi sebagai efisiensi penyebaran komunikasi yang menghemat dalam segi biaya, tenaga, pemikiran dan waktu juga memperkuat eksistensi informasi, mendidik atau mengarahkan, menghibur dan kontrol sosial (Burgon dan Huffer, 2002, dalam Foss, 2007: 48). Media sosial ini sebenarnya digunakan untuk alat komunikasi, seperti yang dikatakan oleh Mc Quail bahwa media massa sering dipahami sebagai perangkat yang diorganisasikan untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak pada khalayak luas dalam waktu yang singkat (Mc Quail, 2000, dalam Suryanto, 2013: 17), dan juga sebagai alat menyebarkan pesan atau informasi. Jadi, media sosial harusnya bisa digunakan dengan bijak, seperti digunakan sebagai alat komunikasi dan tempat untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat. Tidak masalah dengan adanya jualan melalui media sosial, karena itu membuka peluang bisnis yang baru dan bagus untuk perkembangan ekonomi. Yang harus dilakukan dalam berjualan online adalah jujur tidak membohongi pembelinya, dan menjalankan etika-etika berbisnis yang baik dan benar.Selain itu, dalam menyebarkaninformasi di media sosial, kita harus mencermatinya terlebih dahulu apakah itu berita yang terbukti atau hanya berita palsu saja (hoax). Juga sebelum berpendapat di media sosial, seharusnya kita berpikir terlebih dahulu, apakah yang kita ungkapkan ini dapat merugikan seseorang, menyinggung, bahkan melecehan seseorang atau tidak. Karena sekarang ini sudah berlaku undang-undang ITE, kita harus berhati-hati dalam bermedia sosial. [1].


Sebagai salah satu pengguna sosial media garis keras, tentunya juga harus pintar-pintar mengolah informasi yang didaptkan dari orang lain. Banyaknya berita palsu (hoax) yang tersebar di sosial media, mengharuskan penggunanya bersikap bijak dalam menyikapi semua informasi yang tersedia. Seperti yang kita ketahui, masih banyak tersebar di aplikasi pesan (re; WhatsApp) berita-berita palsu yang dengan mudahnya di teruskan ke banyak pengguna. Mereka berbondong-bondong menjadi yang pertama dalam menyebarkan pesan tersebut. Namun terkadang mereka lupa untuk mencari kebenaran dalam informasi tersebut. Masifnya peredaran informasi palsu (hoax) melalui media sosial hendaknya menyadarkan para pengelola media arus utama untuk bekerja lebih profesional dengan standar jurnalistik tinggi. Masyarakat butuh rujukan informasi yang terpercaya dan pada sisi itulah media massa dapat menjawabnya melalui suguhan informasi yang terverifikasi. Media massa harus memperjelas fungsinya sebagai penyaji fakta empiris dan kebenaran.[2]. Ada tiga pendekatan penting yang diperlukan untuk mengantisipasi penyebaran berita hoax di masyarakat yaitu pendekatan kelembagaan, teknologi dan literasi. Pendekatan kelembagaan, dengan terus menggalakkan komunitas anti hoax. Dari sisi pendekatan teknologi, dengan aplikasi hoax cheker yang bisa digunakan oleh masyarakat untuk mengecek kebenaran berita yang berindikasi hoax. Pendekatan literasi, dengan gerakan anti berita hoax maupun sosialisasi kepada masyarakat mulai dari sekolah hingga masyarakat umum yang ditingkatkan dan digalakkan, bukan saja oleh pemerintah tetapi juga oleh seluru lapisan masyarakat termasuk institusi non pemerintah lainnya.[3]


Sudah menjadi tugas kita sebagai pengguna media sosial, harus menggunakan nya dengan bijak dalam memberi dan menyebarkan informasi. Begitu juga dalam berinteraksi di media sosial dengan orang lain harus lah berhati-hati. Karena kita lah sebagai agen perubahan, yang tentunya sangat dibutuhkan Indonesia demi perubahan yang lebih baik. Salah satunya, menjadi warga negara yang cerdas dan bijak bermedia sosial. Marilah kita bersama-sama menghalau berita-berita palsu yang tersebar. Suatu ‘adagium’ (pepatah) yakni, “Jika jempolmu sudah kepengin banget share, tunggu dulu.”


 

[1]Sariningsih, Nining. (2018). Cerdas Bermedia Sosial. https://kumparan.com/nining-sr/cerdas-bermedia-sosial/full


[2] Juliswara, Vibriza. (2017). Mengembangkan Model Literasi Media yang Berkebhinnekaan dalam Menganalisis Informasi Berita Palsu (Hoax) di Media Sosial. Jurnal Pemikiran Sosiologi, 4(2), 142-164. https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/28586/pdf


[3] Juditha, Christiany. (2018). Interaksi Komunikasi Hoax di Media Sosial serta Antisipasinya. Jurnal Pekommas, 3(1), 31-44. https://jurnal.kominfo.go.id/index.php/pekommas/article/view/2030104/pdf

@waaant.y @siregarmutiara
5 views0 comments

Recent Posts

See All

Yorumlar


bottom of page